PENDIDIKAN, semua orang tahu betapa pentingnya pendidikan bagi siapa saja yang ingin sukses dan berhasil dalam hidupnya. Pernahkah kalian menemukan orang yang sukses tanpa pernah menjalani dan mendapat pendidikan? Tentu tidak bukan. Namun saangnya sekarang ini tujuan pendidikan yang tadinya ingin mencetak orang-orang terpelajar dan cerdas otak dan akhlaknya telah diwarnai dengan noda sehingga output yang dihasilan adalah keberhasilan imitasi alias palsu. Kelihatannya saja berhasil tetapi pada dasarnya gagal, bahkan dalam banyak hal. Sudah menjadi rahasia umum fakta-fakta di balik keberhasilan UAN. Seperti yang kita ketahui, rata-rata siswa lulus bahkan dengan nilai yang tinggi. Dan hal ini kadang mejadi aneh karena pada waktu try out banyak yang tidak lulus. Apa yang terjadi? Apakah mungkin seorang anak bisa menjadi sangat pintar dalam selang waktu yang sangat singkat yang tadinya saat try out mendapat nilai 2 dan saat UN mendapat nilai 8.
Ternyata berdasarkan informasi yang dilaporkan seorang pengirim SMS di Koran beberapa waktu yang lalu memang ada terjadi kecurangan dalam UN, di mana para siswa mendapat bantuan baik dari joki ataupun guru yang memberikan jawaban. Lucu sekali karena selama 3 tahun belajar, baik siswa maupun guru yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan sesuai yang diharapkan, mereka lulus bukan karena kemampuan dan kepintaran yang mereka miliki melainkan karena bantuan pihak ketiga. Tidak adil memang bagi siswa yang benar-benar belajar dengan sungguh-sungguh jika melihat kenyataan temannya yang memang tidak pandai mendapat nilai tinggi sama seperti dirinya.
Sekarang ini pemerintah terus meningkatkan standar kelulusan, dan ini sepertinya akan terus ditingkatkan samapi pemerintah mendapatkan standar kelulusan yang diinginkan. Menghadapi kenyataan ini para siswa dan guru tentunya semakin merasa terbebani. Dan bagaimanapun seringnya unjuk rasa dan penolakan yang dilakukan tidak akan menyurutkan niat pemerintah tersebut. Tentu saja pemerintah tidak mempedulikan keberatan pihak-pihak yang berunjuk rasa karena pada kenyataannya nilai-nilai siswa selalu tinggi dalam 2 tahun terakhir ini.
Seandainya semua orang mau jujur dengan melaksanakan UN tanpa ada kecurangan bantuan dari pihak ketiga, sehingga nilai yang keluar nanti menggambarkan keadaan yang sebenarnya tentu pemerintah tidak akan tinggal diam. Kita tidak perlu malu mengakui kalau di daerah kita tingkat pendidikan masih di bawah standar, dengan begitu kita dapat memikirkan langkah apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan mutu standar pendidikan. Pemerintah pun tentu tidak akan tinggal diam, tentu aka nada usaha dari mereka untuk mensejajarkan mutu pendidikan kita dengan pemerintah pusat di daerah Jakarta. Apakah tindak lanjutnya dnegan meningkatkan mutu pendidikan guru dan meningkatkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh sekolah. Kalau pemerintah sendiri selalu dikelabui dengan nilai UN yang tinggi, mana mereka tahu kalau sebenarnya kita masih tertinggal.
Sayangnya tidak semua menyadari akan hal itu, orang lebih senang diakui sederejat dengan yang lain meski harus mendustakan dan menipu. Dibalik itu semua, perlu dipertanyakan keprofesionalan dan kompetennya seorang guru, bukannya sudah mendapat sertifikasi ? tetapi melakukan kecurangan, di mana rasa malunya. Menolong orang itu bagus, tetapi dalam hal kebathilan akan menjadi dosa. Sudah menjadi tugas guru mendidik siswa menjadi orang yang cerdas dan berilmu, tetapi dengan kecurangan UN di akhir tahun sekolah mereka haruskah kita menjadikan para siswa manusia yang bermental pengemis dan penipu. Saatnya kita semua merenungkan dan memikirkan jalan keluar terhadap masalah UN yang penuh dengan kecurangan ini. Negara ini tidak akan pernah maju kalau generasi penerusnya adalah seorang penipu.
Meskipun tidak semua sekolah melakukan kecurangan, mari kita semua saling mengingatkan demi kebaikan. Rezeki datangnya tidak dari selembar kertas, tetapi dari Allah SWT, siapa yang bersungguh-sungguh maka ia akan mendapatkan apa yang diinginkan. Jangan marah pada saya yang menuliskan masalah ini, semata-mata tujuan saya hanya untuk merubah tradisi yang nyeleneh. Wata’awanu ‘alal birri wat taqwa, wa laa ta’awanu ‘alal itsmi wal ‘udwaan.